Di tengah guyuran hujan yang tak henti, terdengar gemuruh dari arah Sungai Citarum. Air yang meluap itu bak raksasa yang mengamuk, menerjang apa pun yang ada di hadapannya. Namun, ada sebuah bangunan kokoh yang berdiri tegak, menahan laju banjir yang menggila: Bendungan Leuwikeris.
Saya berdiri di atas dinding bendungan, menyaksikan keganasan alam yang tiada tara. Air bah datang menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, menabrak dinding beton yang menjulang tinggi. Suara gemuruh yang ditimbulkannya menggetarkan hati, seolah sebuah simfoni alam yang dahsyat.
Tapi Bendungan Leuwikeris tak gentar. Ia bagaikan benteng yang tak tergoyahkan, melindungi kota Bandung dari amukan banjir. Air yang deras itu seolah menghantam dinding tak terlihat, terbelah menjadi dua aliran yang mengalir ke arah yang berlawanan.
Saya terkesima oleh kekuatan dan kemegahan bendungan ini. Ia bukan hanya sekedar bangunan beton yang masif, melainkan sebuah karya seni arsitektur yang menakjubkan. Pilar-pilarnya yang kokoh berdiri kokoh, seakan ingin mengatakan bahwa ia siap menghadapi segala tantangan yang datang.
Saat hujan mulai reda, saya turun dari dinding bendungan dan berjalan menyusuri tepiannya. Di sana, saya melihat anak-anak bermain di sekitar bendungan, tertawa riang tanpa takut akan banjir yang pernah mengancam kota mereka.
Bendungan Leuwikeris lebih dari sekadar bangunan fisik. Ia adalah simbol perjuangan, tekad, dan ketekunan manusia dalam menghadapi tantangan alam. Ia adalah sebuah karya yang akan terus berdiri megah, melindungi kota Bandung dari banjir yang menggila untuk generasi yang akan datang.
Ketika saya meninggalkan bendungan, saya merasa bangga dan takjub. Bendungan Leuwikeris adalah bukti bahwa manusia mampu menaklukkan alam, bukan dengan kekuatan kasar, melainkan dengan kecerdasan, kegigihan, dan kerja sama.