Hubungan antara China dan Taiwan senantiasa diwarnai ketegangan yang tak kunjung reda. Di balik kedekatan geografis dan ikatan budaya yang kuat, terdapat jurang politik yang lebar memisahkan kedua wilayah tersebut.
Dari sudut pandang China, Taiwan merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayahnya. Pemerintah China bersikukuh menerapkan kebijakan "Satu China", yang menyatakan bahwa Taiwan tidaklah sebuah negara merdeka. Sementara itu, Taiwan, yang secara resmi dikenal sebagai Republik Tiongkok, berpendapat bahwa mereka adalah negara yang berdaulat dan mandiri.
Ketegangan antara China dan Taiwan berakar pada sejarah yang panjang dan rumit. Taiwan pernah menjadi bagian dari Kekaisaran China selama berabad-abad, namun menjadi sebuah protektorat Jepang setelah Perang Tiongkok-Jepang Pertama pada tahun 1895. Setelah Perang Dunia II, Taiwan dikembalikan ke China, namun perang saudara pecah antara Partai Komunis China (PKC) dan Partai Nasionalis Tiongkok (KMT). KMT, yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek, akhirnya melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949, mendirikan pemerintahan sendiri.
Persaingan politik antara PKC dan KMT selama bertahun-tahun memperuncing ketegangan antara China dan Taiwan. PKC berpandangan bahwa Taiwan harus dipersatukan kembali dengan China di bawah pemerintahan komunis, sementara KMT berusaha mempertahankan independensi Taiwan. Perselisihan ini telah mengarah pada kebuntuan politik yang berkepanjangan.
Hubungan antara China dan Taiwan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, terutama Amerika Serikat. AS telah lama mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan, yang menjadi sumber ketegangan dengan China. AS menyediakan bantuan militer dan dukungan diplomatik kepada Taiwan, sementara China menganggap hal tersebut sebagai campur tangan dalam urusan dalam negerinya.
Ketegangan antara China dan Taiwan bermanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk:
China telah berulang kali mengancam untuk menggunakan kekuatan militer untuk memaksa Taiwan kembali ke dalam kekuasaannya. Angkatan Udara China telah meningkatkan aktivitasnya di sekitar wilayah udara Taiwan, memicu kekhawatiran akan kemungkinan invasi.
China melakukan tekanan diplomatik yang intens terhadap negara-negara yang mengakui Taiwan. Pemerintah China meminta negara-negara untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan tidak terlibat dalam urusan luar negerinya.
China juga menggunakan isolasi ekonomi sebagai alat untuk menekan Taiwan. Pemerintah China telah membatasi investasi dan perdagangan dengan Taiwan, serta menentang keanggotaan Taiwan dalam organisasi internasional.
Ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan kekhawatiran besar di kawasan Asia Timur dan dunia. Eskalasi lebih lanjut dapat berujung pada konflik berskala besar, yang tentunya akan menimbulkan kerugian besar bagi semua pihak.
Untuk meredakan ketegangan, diperlukan dialog dan kompromi yang jujur dari kedua belah pihak. China harus mengakui aspirasi demokrasi Taiwan, sementara Taiwan harus bersedia mempertimbangkan formula yang dapat diterima kedua belah pihak. Komunitas internasional juga dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi pembicaraan dan mencegah eskalasi.
Masa depan hubungan antara China dan Taiwan masih diselimuti ketidakpastian. Namun, demi perdamaian dan stabilitas di kawasan, sangat penting untuk menemukan solusi damai terhadap ketegangan yang telah berlangsung lama ini.