Family By Choice
Sebagai wanita karier yang sukses, aku selalu menunda keinginan untuk memiliki anak. Aku takut kesibukan pekerjaan akan membuatku menjadi ibu yang buruk. Namun, takdir berkata lain. Di usiaku yang sudah kepala empat, aku bertemu dengan seorang pria bernama Bagas. Dia adalah duda dengan dua anak perempuan.
Awalnya, aku ragu untuk memulai hubungan dengannya. Aku tidak yakin apakah aku bisa menjadi ibu tiri yang baik. Namun, melihat sikap Bagas yang penuh tanggung jawab dan kedua anaknya yang menggemaskan, aku pun mulai membuka hati.
Perjalanan kami menjadi sebuah keluarga tidaklah mudah. Kedua anak Bagas awalnya sulit menerimaku. Mereka masih merindukan ibu kandungnya yang telah meninggal. Aku pun harus berusaha keras untuk memenangkan hati mereka.
Waktu demi waktu, aku menghabiskan quality time bersama mereka. Aku belajar memahami hobi mereka, mendengarkan cerita mereka, dan memberikan kasih sayang yang tulus. Perlahan tapi pasti, mereka mulai menerimaku.
Suatu hari, saat kami sedang berkemah, aku bertanya kepada anak sulung Bagas, "Apakah kamu sudah menganggapku sebagai ibu?"
Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Ya, Bu. Kamu adalah ibu terbaik yang pernah kumiliki."
Aku tidak bisa menahan air mataku. Saat itu, aku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia.
Keluargaku yang unik ini telah mengajarkanku banyak hal. Tentang cinta yang tidak harus berasal dari ikatan darah, tentang pengorbanan yang dilakukan demi orang yang kita kasihi, dan tentang kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sekarang, aku bangga menjadi bagian dari "Family By Choice" kami. Aku bersyukur memiliki Bagas sebagai pasanganku dan kedua anaknya sebagai anak-anakku. Kami mungkin tidak terhubung secara darah, tapi kami terikat oleh cinta dan kebersamaan yang tak ternilai harganya.