Beberapa ahli sejarah percaya bahwa kertas pertama kali dibuat di Tiongkok sekitar 105 M oleh pejabat istana bernama Cai Lun. Sejak itu, kertas menyebar ke seluruh dunia, merevolusi komunikasi dan pelestarian pengetahuan.
Namun, kertas lebih dari sekadar lembaran selulosa. Ini adalah wadah mimpi, ide, dan emosi. Setiap lipatan, setiap guratan pena, mengabadikan sepotong jiwa penciptanya. Di tangan seorang penyair, kertas menjadi kanvas bagi kata-kata yang bernyanyi; di tangan seorang pelukis, itu adalah palet warna yang tak terbatas.
Sensasi kertas yang renyah di bawah jari, aroma khasnya yang menenangkan, menambah pengalaman taktil yang unik. Tidak peduli seberapa digital dunia kita menjadi, kertas masih memiliki daya tarik yang langka.
Kertas memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap tinta, cat, dan bahan lainnya, menjadikannya bahan serbaguna yang tak tertandingi.
Namun, di era digital ini, kertas menghadapi tantangan. Dengan semakin banyak orang yang beralih ke layar untuk membaca, menulis, dan membuat, peran kertas tampaknya terancam.
Tapi jangan menyerah pada kertas. Ini adalah bagian integral dari identitas kita sebagai spesies yang menceritakan kisah. Dari naskah kuno hingga buku harian modern, kertas telah menjadi sahabat kita, menyimpan rahasia, menyebarkan pengetahuan, dan menginspirasi kita.
Mari kita merangkul serat sederhana namun kuat ini, tidak hanya sebagai alat tulis tetapi sebagai kanvas bagi kreativitas, wadah bagi memori, dan harta warisan budaya kita.
Kertas, bahan sederhana yang menyimpan keajaiban tanpa akhir.