Mara
Kenangan pahit flashback menghantui. Makin parah bila setiap langkah yang kita lalui, penuh halangan. Orang ketiga berkali-kali muncul sesuka hati, tanpa permisi.
"Siapa yang salah?" Soal itu bergema di setiap kepala. Aku lelah membawa beban ini sendirian. Aku takut salah langkah. Aku takut tersandung. Aku takut kehilangan. Aku takut sakit hati.
"Aku salah? Dia salah?"
Aku duduk diam di lantai itu. Kue tart sudah tergeletak di sana. Terlihat begitu menyedihkan. Mungkin juga aku yang terlihat menyedihkan. Aku yang lemah. Aku yang tidak bisa menjaga. Aku yang kehilangan.
Cahaya redup dari lampu kamar menerangi ruangan. Menampilkan semua sisi gelap yang selama ini kita sembunyikan. Menyimpan rapat-rapat, berharap tidak ada yang tahu. Tidak ada yang melihat. Tidak ada yang menghakimi.
Tetapi, ternyata tidak semudah itu. Kita tidak bisa selamanya bersembunyi dari kebenaran. Kita tidak bisa selamanya menutupi luka. Kita tidak bisa selamanya mengkambinghitamkan orang lain.
"Aku harus kuat!"
Aku mengambil kue tart itu kembali. Aku simpan rapi di dalam kulkas. Aku tidak akan membuangnya. Aku akan menghabiskannya. Aku akan bertanggung jawab atas semua kekacauan ini.
Aku bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Aku membuka pintu itu dengan hati-hati. Aku melangkah keluar dan menutup pintu dengan pelan. Aku menarik napas dalam-dalam.
Udara segar menerpa wajahku. Aku tersenyum. Aku sudah siap menghadapi semua ini. Aku sudah siap berjuang. Aku sudah siap berdiri tegak.
"Aku akan kuat!"
Aku berjalan dengan tegap. Aku tidak akan melihat ke belakang. Aku tidak akan membiarkan kesedihan ini menguasaiku. Aku akan terus berjalan. Aku akan terus berjuang. Aku akan terus tersenyum.
"Aku akan kuat!"
Aku terus berjalan. Aku tidak tahu ke mana aku akan pergi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Aku hanya tahu, aku harus terus melangkah. Aku harus terus berjuang.
Aku akan kuat.