Surat-menyurat Untuk Orang Zaman Sekarang: Sudahkah Kita Lupakan Cara Berkomunikasi yang Sesungguhnya?
"Halo kawan-kawan! Apakah kalian masih ingat dengan benda yang dulunya bernama 'surat'?"
Betapa mengharukannya jika kita masih bisa memegang surat dari teman atau keluarga yang jauh. Rasanya seperti ada bagian dari mereka yang kita genggam. Aroma kertasnya, tulisan tangannya, segala isinya membuat kita merasa sangat dekat dengan mereka, meski jarak memisahkan.
Namun, di zaman serba digital ini, surat-surat fisik sudah jarang sekali kita temukan. Kita lebih memilih mengirim pesan singkat melalui WhatsApp, Line, atau media sosial lainnya. Praktis dan cepat, memang. Tapi kita juga sudah lupa bagaimana rasanya berkomunikasi dengan tulus melalui surat.
Mari kita flashback sebentar. Zaman dulu, orang-orang berkirim surat untuk berbagai keperluan. Ada surat cinta, surat kabar, surat resmi, surat pribadi, dan masih banyak lagi. Surat-surat ini menjadi jembatan penghubung antara orang-orang yang berjauhan.
Menulis surat juga merupakan cara melatih kesabaran dan ketelitian. Kita harus memikirkan setiap kata yang akan kita tulis, merangkainya menjadi kalimat yang indah, dan menuliskannya dengan tangan kita sendiri. Proses ini membantu kita menjadi lebih sabar dan tidak tergesa-gesa.
Selain itu, menulis surat juga bisa menjadi sebuah karya seni. Beberapa orang bahkan mengoleksi surat-surat dari tokoh terkenal karena keindahan tulisan dan isinya. Koleksi surat-surat ini bisa menjadi warisan berharga yang diturunkan dari generasi ke generasi.
"Tapi, ngapain sih repot-repot nulis surat kalau sekarang sudah ada media sosial? Kan lebih mudah dan cepat."
Benar, media sosial memang memudahkan kita untuk terhubung dengan orang lain. Tapi apakah kita benar-benar terhubung?
Ketika kita mengirim pesan atau komentar di media sosial, kita hanya melihat satu sisi dari orang lain. Kita tidak bisa merasakan ekspresi wajah mereka, mendengar nada suara mereka, atau melihat bahasa tubuh mereka. Hal ini bisa membuat komunikasi menjadi kurang efektif.
Berbeda dengan surat. Surat memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan kita dengan lebih lengkap. Kita bisa menulis tentang apa yang kita rasakan, apa yang kita harapkan, dan apa yang kita inginkan. Surat juga memberikan kita kesempatan untuk merefleksikan diri dan mengintrospeksi perasaan kita sendiri.
"Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita harus berhenti menggunakan media sosial dan kembali menulis surat?"
Tentu saja tidak. Media sosial tetaplah sebuah alat komunikasi yang bermanfaat. Tapi kita juga perlu menyeimbangkannya dengan cara berkomunikasi yang lebih personal, seperti menulis surat.
Menulis surat tidak harus menjadi sesuatu yang ribet. Kita bisa melakukannya sesekali saja, misalnya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman atau keluarga yang jauh, atau untuk memberikan kabar kepada mereka yang sudah lama tidak kita temui.
Bayangkan betapa senangnya mereka ketika menerima surat dari kita. Surat-surat kita akan menjadi kenangan berharga bagi mereka, sama seperti surat-surat yang kita terima dari orang yang kita cintai.
Jadi, mari kita jadikan menulis surat sebagai bagian dari hidup kita lagi. Entah itu untuk keperluan pribadi atau resmi, menulis surat tetaplah sebuah cara yang indah untuk berkomunikasi. Surat-surat kita akan menjadi bukti bahwa kita pernah hidup di zaman ini, dan bahwa kita pernah merasakan emosi dan pikiran yang sama dengan orang lain.