Tanda Pertama





Di balik hiruk pikuk kehidupan kota, sebuah rahasia tersembunyi di balik tembok rumah tua yang usang. Di sanalah tinggal seorang wanita tua yang menyimpan rahasia mengerikan selama bertahun-tahun. Rahasia yang menghantuinya dan membuatnya hidup dalam ketakutan.


Setiap malam, suara-suara aneh menggema di rumah itu, mengguncang tiang-tiang tua dan membuat penghuninya merinding. Tangisan anak-anak, tawa jahat, dan bisikan keji memenuhi keheningan malam.


Wanita tua itu, yang bernama Nenek Sari, telah menjadi saksi segala kengerian itu. Dia tahu betul sumber suara-suara tersebut: hantu anak-anak yang bergentayangan di rumahnya.


Suatu malam yang berangin, Nenek Sari sedang duduk sendirian di ruang tamunya yang remang-remang. Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki yang pelan di luar pintu. Pintu itu berderit terbuka perlahan, memperlihatkan siluet gelap sosok anak-anak.


Nenek Sari membeku ketakutan. Dia tahu siapa sosok itu: Arman dan Ratih, dua anak yang meninggal secara tragis bertahun-tahun yang lalu. Arwah mereka sekarang terperangkap di rumah itu, mencari balas dendam.


Dengan suara gemetar, Nenek Sari bertanya, "Arman, Ratih, apa yang kalian inginkan?"


Sosok anak-anak itu menoleh ke arah Nenek Sari. Mata mereka merah menyala, penuh kemarahan dan kebencian. "Kami menginginkan balas dendam," kata Arman dengan suara dingin. "Kau yang bertanggung jawab atas kematian kami."


Nenek Sari terkesiap. "Tidak, kalian salah. Aku tidak..."


"Kau berbohong!" potong Ratih. "Kau yang mendorong kami jatuh dari tangga itu. Kau yang membuat kami mati."


Air mata menetes di wajah Nenek Sari. Dia tahu dia tidak bisa berbohong lagi. Bertahun-tahun dia menyimpan rahasia ini, tersiksa oleh rasa bersalah dan penyesalan.


"Ya, akulah yang mendorong kalian," kata Nenek Sari dengan suara bergetar. "Tapi itu tidak disengaja. Aku tidak ingin menyakiti kalian."


Arman dan Ratih tertawa sinis. "Tidak disengaja?" kata Arman. "Kau sengaja mendorong kami karena kau benci pada kami. Kau benci karena kami adalah anak haram."


Nenek Sari terisak. "Tidak benar. Aku tidak membenci kalian. Aku hanya... aku tidak bisa menerima kalian saat itu."


"Tidak bisa menerima?" kata Ratih. "Kau mengusir kami dari rumahmu. Kau membiarkan kami mati di jalanan. Kau yang membunuh kami!"


Nenek Sari jatuh terduduk di lantai. Dia tidak bisa membela diri. Dia tahu dia salah. Dia telah melakukan kesalahan besar.


Arman dan Ratih mendekat ke arah Nenek Sari. Mata mereka yang menyala menatapnya dengan tajam. "Sekarang, kau harus membayar," kata Arman. "Kau harus merasakan penderitaan yang kami alami."


Sosok anak-anak itu menghilang, meninggalkan Nenek Sari sendirian dalam kegelapan. Suara tawa jahat menggema di ruangan itu, menjadi tawa kematian yang mengerikan.


Nenek Sari meratap kesedihan. Dia tahu dia akan mati malam ini. Dia tahu ini adalah hukuman atas kesalahannya.


Di tengah kegelapan, terdengar suara bisikan. "Kau berhak mendapatkannya... kau berhak mendapatkannya..."


Dan saat itulah Nenek Sari menghembuskan napas terakhirnya, membawa serta rahasia mengerikan yang telah menghantuinya selama bertahun-tahun. Dan di malam-malam setelah itu, suara-suara aneh itu tidak pernah terdengar lagi di rumah tua yang usang itu.


Namun, legenda "Tanda Pertama" terus diceritakan dari generasi ke generasi. Sebuah kisah peringatan tentang konsekuensi dari tindakan kita, dan kutukan yang mungkin kita bawa jika kita tidak berani menghadapi kebenaran.