Tanjung Embang




Dahulu kala, di sebuah desa yang tenang di tepi pantai, hiduplah seorang pemuda miskin bernama Adi. Adi bekerja keras sebagai nelayan, tetapi setiap hari hasil tangkapannya selalu sedikit. Suatu malam, saat Adi sedang mencari ikan di laut, dia melihat sebuah perahu emas berlabuh di tepi pantai.

Dengan rasa penasaran, Adi menghampiri perahu itu. Dia menaiki geladak dan melihat seorang perempuan tua duduk di kursi kemudi. Perempuan tua itu memperkenalkan diri sebagai Mak Ngah dan mengatakan bahwa dia adalah pemilik perahu emas itu.

Mak Ngah menawarkan kepada Adi untuk membantunya mendapatkan banyak ikan. Adi merasa senang dan setuju dengan tawaran itu. Mak Ngah kemudian memberikan sebuah jaring ajaib kepada Adi dan mengatakan bahwa jaring itu akan selalu membawa ikan banyak, asalkan Adi tidak serakah.

Adi menggunakan jaring ajaib itu dan benar saja, dia selalu mendapatkan ikan yang banyak. Dia tidak lagi miskin dan bisa membantu keluarganya. Namun, lama-kelamaan Adi menjadi serakah. Dia semakin sering menggunakan jaring ajaib itu, bahkan sampai menangkap ikan lebih banyak dari yang dia butuhkan.

Mak Ngah mengetahui keserakahan Adi dan dia sangat kecewa. Dia mengambil kembali jaring ajaib dari Adi dan menghilang ke dalam kabut laut. Adi menyesali perbuatannya, tetapi sudah terlambat. Dia tidak lagi bisa menangkap ikan sebanyak dulu dan kembali menjadi miskin.

Sejak saat itu, Tanjung Embang menjadi dikenal sebagai tempat di mana keserakahan akan dihukum. Orang-orang yang pernah berkunjung ke Tanjung Embang mengatakan bahwa mereka masih bisa mendengar suara Mak Ngah berbisik di telinga mereka, memperingatkan mereka untuk tidak menjadi serakah.